banner 728x90
Syafaruddin ASN Disbudpar Kota Tanjungpinang. F- Istimewa/Dokumentasi Syafaruddin

Sejarah, Sulaiman Abdullah Pahlawan Olahraga dari Kepulauan Riau

Komentar
X
Bagikan

Oleh: Syafaruddin SSn MM
Pamong Budaya Madya Disbudpar Kota Tanjungpinang

BANYAK yang belum mengenal sosok Sulaiman Abdullah yang namanya diabadikan untuk nama jalan dan nama stadion olahraga di Kota Tanjungpinang. Terutama para generasi milenial yang lahir di tahun 2.000-an ke atas.

Jangankan anak milenial, generasi 80-an juga masih banyak yang tidak mengenal sosok yang satu ini. Banyak yang tidak mengira kalau Sulaiman Abdullah (Sulaeman Abdullah) adalah seorang Olahragawan Nasional yang berasal dari Kepulauan Riau, tepatnya Tarempa, Kabupaten Kepulauan Anambas. Ada yang mengaitkan Sulaiman Abdullah sebagai pejuang di saat konfrontasi. Ada juga yang tahu kalau sulaiman Abdullah adalah olahragawan yang berkaitan dengan sepak bola. Tetapi tidak dijumpai dalam deretan legenda sepak bola lokal maupun Nasional. Kecuali hanya sebagai team Sepak Bola SMAN 1 Tanjungpinang.

Sesungguhnya Sulaiman Abdullah adalah seorang olahragawan yang sangat langka, yakni cabang olahraga anggar. Oh ya, Tarempa atau Tanjungpinang memiliki olahragawan seperti itu? Barangkali banyak yang mengatakan tidak mungkin. Mengapa demikian? Karena olahraga ini termasuk olah raga khusus, individual, mahal dan bukan olahraga populer bagi masyarakat biasa.

Namun siapa nyana, Sulaiman Abdullah adalah olahragawan anggar murni belajar sejak kecil di Tanjungpinang. Lalu kenapa Sulaiman Abdullah begitu terkenal, sampai-sampai namanya diabadikan untuk nama jalan dan nama stadion di Tanjungpinang?

Asal-usul

Sulaiman kecil terlahir dari seorang ayah bernama Abdullah, dan ibunya bernama Nami binti H Abdurrahman. Anak bungsu dari enam bersaudara yakni, M Saleh Abdullah, Ismail Abdullah, Mahani, Yusuf Abdullah, Rosminah, Sulaiman Abdullah. Kesemuanya tumbuh dan besar di Tarempa, Kepulauan Anambas.

Abdullah, bapak dari enam bersaudara ini berasal dari Indragiri. Beliau anak kedua dari tiga bersaudara. Keluarganya adalah orang terpandang di Indragiri. Postur tubuhnya tinggi besar seperti keturunan Arab. Menurut informasi, Abdullah memiliki darah Arab dan memang beliau dilahirkan di Mekkah, saat keluarganya menunaikan ibadah haji.

Pada masa lalu, masyarakat yang ingin menunaikan ibadah haji memerlukan waktu yang sangat lama, sampai bertahun-tahun. Maka itulah banyak keluarga yang menunaikan ibadah haji sampai beranak pinak di sana.

Abdullah merantau ke Riau sekitar tahun 1925. Kala itu usianya 18 tahun. Hubungan Indragiri dan Riau waktu itu sangatlah baik. Hubungan dagang sangat lancar karena sama-sama dalam wilayah kekuasaan Belanda. Pada masa itu Belanda sedang gencar-gencarnya membuka perkebunan karet untuk memenuhi kebutuhan karet di pabrik yang ada di Singapura. Salah satu lokasi perkebunan karet ada di Anambas. Anambas begitu terkenal karena menjadi salah satu pusat pemerintahan Hindia Belanda dengan pemimpinnya seorang kontler yang membawahi pulau-pulau di Laut Cina Selatan.

Kemakmuran Riau saat itulah yang menarik orang-orang dari berbagai penjuru datang ke Riau dan sampai ke Anambas. Riau yang waktu itu sangat maju dalam perniagaan seakan mampu memberi mimpi-mimpi yang indah. Sehinggalah, jauh-jauh dari Indragiri, Abdullah datang sendirian ke Riau hendak mengadu nasib di sana.

Akhirnya menetaplah Abdullah di Tarempa bersama seseorang yang juga bernama sama yakni Abdullah juga. Abdullah tua ini memiliki anak yang sebaya bernama Ahmad (Ahmad ini adalah bapak dari Ismail Ahmad mantan kepala Dinas P dan K Kepulauan Riau, Hunzi Ahmad, dan Zulkifli Ahmad, mantan Pegawai Kantor Bupati Kabupaten Kepulauan Riau).

Jadilah Abdullah muda ini sebagai anak angkat Abdullah tua, menetap dan menikah di sana. Sampailah Indonesia merdeka, Abdullah muda bermastautin di Tarempa, Kepulauan Anambas.

Baca Juga :  PS Shark Pesta Gol Lagi, Kokoh di Puncak Klasemen Sementara Kejuaraan U17 Piala Gubernur Kepri

Apakah alasan ekonomi, sampai dia meninggalkan kampung halamannya? Merentas masa sejak penjajahan Belanda, Jepang dan selanjutnya di saat alam Indonesia merdeka. Rahasia ini terpelihara sampai puluhan tahun. Sampai Abdullah memiliki keluarga dan beranak serta bercucu.

Pada suatu hari datanglah seseorang dari Indragiri ke Anambas. Beliau mencari seseorang yang bernama Sayid Abdullah. Tentulah semua mengatakan tidak mengetahui. Akan tetapi mereka mengenal Pang Dollah yang juga dari Indragiri. Selanjutnya tamu dari Indragiri ini dibawa menuju ke rumah Abdullah. Sesampai di depan rumah keluarlah beberapa orang anak kecil menyambut kedatangannya. Dengan perasaan ta’zim tamu ini masuk ke dalam rumah. Terlihat seseorang yang duduk menghadap ke laut.

Melihat ada seseorang yang datang, Abdullah segera bangkit dan mendapatinya. Betapa terkejutnya Abdullah setelah tamunya memperkenalkan diri. Abdullah sangat mengenal tamunya ini. Beliau adalah Rahman adiknya. Kerinduan yang sudah puluhan tahun kini terhapus sudah.

Rahman menyerahkan sebilah keris dan seperangkat alat kebesaran, lalu menyampaikan pesan saudara mereka yang tertua di Indragiri. Abdullah yang sebenarnya bernama Sayid Abdullah diminta agar mau pulang ke Indragiri, mengganti posisi abangnya yang sudah tua. Abdullah diminta untuk memimpin salah satu wilayah adat di Indragiri.

Abdullah menolaknya dengan alasan dia sudah bekeluarga. Tidak mungkin dia meninggalkan semuanya. Dan Abdullah juga mengatakan kalau dia sudah meninggalkan segalanya termasuk gelar Sayid yang disandangnya. Mendengar perkataan abangnya itu Sayid Rahman maklum dan segera kembali ke Indragiri. Semua alat kebesaran yang dibawanya juga dibawa pulang.

Sejak itu pula orang mengetahui Abdullah adalah keturunan Sayid dan bergelar Sayid di depan namanya. Namun demikian di dalam keluarganya Abdullah berpesan agar tidak seorangpun dari anak-anaknya memakai Sayid atau Syarifah di depan nama. Biarlah itu menjadi rahasia keluarga.

Sementara itu ibu dari Sulaiman Abdullah dan saudara-saudaranya yang bernama Nami berasal dari keluarga terpandang. Menurut cerita, Nami adalah anak dari Haji Abdurrahman bin Haji Ilyas. Pengusaha besar di Anambas yang memiliki armada pelayaran membawa hasil bumi Anambas ke Singapura, dan wilayah lainnya di sekitar Kalimantan.

Oleh karena itulah Haji Abdurrahman mampu mempersunting seorang putri pembesar dari Kerajaan Sambas yang bernama Che’Uteh binti Haji Saman bin Datuk Kadir. Menurut cerita, Datuk Kadir ini adalah salah seorang pahlawan nasional yang berasal dari Kalimantan Barat, Allahua’lam bissawab.

Melihat dari silsilah ini dapatlah dikatakan bahwa keluarga Sulaiman Abdullah bukan orang sembarangan. Keluarga mereka adalah keturunan berdarah biru. Yang memiliki jiwa kejuangan serta kesatria yang tangguh.

Mengenal sosok Sulaiman Abdullah

Sulaiman Abdullah lahir di Tarempa Kepulauan Anambas pada tanggal 5 Agustus 1942. Dia tumbuh di lingkungan yang sangat tenang. Meskipun saat itu sedang dalam perang dunia ke-2, akan tetapi Sulaiman dapat tumbuh dengan baik karena alam Tarempa memberi segalanya.

Makanan ikan segar dan makanan laut lainnya tinggal turun saja ke laut. Tanahnya yang subur dapat tumbuh apa saja yang mereka tanam. Air laut yang jernih memberi kesempatan Sulaiman untuk berenang dan bermain bersama teman-temannya. Dengan kondisi alam seperti itu Sulaiman Abdullah menjadi anak yang atletis dan gagah. Tubuh yang sangat baik untuk menjadi seorang olahragawan.

Baca Juga :  Dirgahayu KPLP Ke-51, PWI Bintan Memberikan Penghargaan kepada Kepala PPLP Tanjung Uban

Setelah berusia lebih kurang 8 tahun Sulaiman masuk sekolah rakyat (SR) di Tarempa. Satu-satunya sekolah yang ada pada waktu itu. Bersama teman-temannya Sulaiman Abdullah bersekolah dan menuntut ilmu. Bersama teman-temannya Sulaiman bermain dan melatih diri untuk menjadi seseorang yang sehat dan cerdas.

Setelah selesai pendidikan SR, pada tahun 1957, Sulaiman Abdullah dibawa abangnya Ismail pindah ke Tanjungpinang untuk melanjutkan pendidikan di SMP. Pada waktu itu SMP belum ada di Tarempa. Jadilah Sulaiman Abdullah bersekolah di SMP Negeri 1 Tanjungpinang. Pada saat inilah Sulaiman Abdullah bertemu dengan seorang guru olahraga bernama Suhadi. Di samping sebagai guru, beliau juga ditugaskan sebagai pengawas asrama pelajar tempat Sulaiman tinggal.

Melalui beliaulah Sulaiman Abdullah mengenal olahraga anggar. Pak Suhadi terus melatih Sulaiman Abdullah bermain Anggar. Pada saat itu ada tiga tempat berlatih anggar yaitu, gedung olahraga SGA (Aisyah Sulaiman sekarang) dilatih Pak Untung, gedung SGB Jalan Teuku Umar dilatih oleh Pak Mastur dan di asrama pelajar di latih oleh Pak Suhadi.

Setelah menamatkan pendidikan di SMP, Sulaiman Abdullah melanjutkan pendidikan di SMA Negeri Tanjungpinang. Sulaiman Abdullah terus memacu dirinya untuk menguasai permainan anggar dengan bantuan beberapa pelatih. Di antaranya Bapak Untung dan Bapak Suhadi.

Sulaiman Abdullah sangat senang dengan permainan anggar. Tanpa rasa lelah dia terus berlatih. Sehingga dalam usia yang belia Sulaiman Abdullah sudah mewakili Provinsi Riau pada PON V di Bandung, dalam cabang anggar pada tahun 1961. Meskipun belum juara akan tetapi dia telah menunjukkan prestasi yang baik.

Di samping anggar, Sulaiman Abdullah juga menggemari sepak bola. Sulaiman Abdullah menjadi penjaga gawang andalan SMA tempat dia belajar. Setelah menyelesaikan pendidikan SMA, Sulaiman Abdullah melanjutkan ke Sekolah Tinggi Olahraga di Bandung.

Di sini, Sulaiman Abdullah bagaikan seekor ikan mendapatkan air. Kesempatan meraih prestasi olahraga terbuka lebar. Dengan kesempatan itulah Sulaiman Abdullah memperbaiki kemahirannya dalam cabang olahraga anggar.

Pada Tahun 1963, Sulaiman Abdullah sudah menjadi pemain inti Tim Jawa Barat setelah menyabet juara harapan dalam Ganevo. Sulaiman Abdullah berhasil menyelesaikan pendidikannya di STO dengan gelar BSc, dan menjadi asisten dosen di sana.

Prestasi Sulaiman Abbdullah semakin menanjak saja. Tahun 1965 berhasil menjadi juara III dalam Pekan Olahraga Mahasiswa (POM) VII di Jakarta. Tahun 1966 juara I di Porwil Kota Bandung. Pada Tahun 1967 juara I IKASI di Semarang dan terpilih memperkuat tim Nasional ke Tokyo-Jepang dan ke Pra-Olympic Games di Mexico.

Dan yang paling bersejarah adalah ketika mengikuti POM VIII di Makasar. Prestasi terbaik Juara I floret, juara II sable, dan juara III floret beregu. Sebelum ke POM Makasar, Sulaiman Abdullah sempat pulang ke kampung halamannya menemui saudara-saudaranya. Pada kesempatan itulah Sulaiman Abdullah mengutarakan niatnya akan mempersunting seorang gadis Bandung untuk menjadi istrinya.

Rencananya pernikahan akan dilangsungkan setelah selesai POM Makasar. Niatnya itu disambut dengan gembira oleh saudara-saudaranya. Mereka semua berencana akan menghadiri acara tersebut nantinya.

Akhir Perjuangan

Pekan Olahraga Mahasiswa (POM) di Makasar berlangsung bulan Mei 1969. Kontingen Jawa Barat ambil bagian dalam perhelatan tersebut. Sulaiman Abdullah juga ikut serta sebagai atlet anggar. Dan dia ditunjuk sebagai playing captain waktu itu. Sulaiman Abdullah dan kawan-kawan tampil cukup baik. Mereka menyabet tiga medali emas, dua medali perak, dan dua medali perunggu. Sementara Sulaiman Abdullah sendiri mampu meraih juara I floret, juara II sable, dan juara III floret beregu.

Baca Juga :  AKBP Tidar Wulung Dahono Meninggalkan Kenangan 3T, Personel Polisi Menangis

Namun mengutip pepatah Melayu, ‘Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak’. Pada saat-saat terakhir terjadilah petaka itu. Seharusnya saat menghadapi sesi pertandingan terakhir, Sulaiman Abdullah tidak semestinya lalai dalam memeriksa segala kelengkapan yang dipakai saat bertanding. Mungkin sudah jalannya, pada pertandingan terakhir di POM Makasar itu Sulaiman Abdullah tidak memperhatikan sarung tangan yang dikenakannya.

Tepat di bagian jari kelingking kanannya, sarung tangan yang dikenakan koyak. Dan pada saat bertarung, pedang lawan menyentuh dan menyelah di bagian yang koyak tersebut. Lalu mengenai jari kelingkingnya. Pertandingan dihentikan. Sulaiman Abdullah dibawa ke rumah sakit. Akan tetapi obat yang diperlukan untuk mencegah tetanus tidak ada, lalu disuntik viniciline. Rupanya tubuh Sulaiman Abdullah menolak obat tersebut dan terjadi alergi gatal dan batuk. Dengan obat yang seadanya, Sulaiman Abdullah bertahan sampai POM Makasar ditutup.

Bersama kontingen lainnya, kontingen Jawa Barat pulang dengan sebuah kapal menyusuri laut Jawa menuju Tanjung Periok. Akan tetapi dalam perjalanan kondisi Sulaiman Abdullah semakin memburuk. Sulaiman Abdullah muntah-muntah dan mulutnya mengeluaran busa.

Demi menyelamatkan nyawanya, terpaksa kapal memutar haluan ke Tanjung Emas. Sesampai di Tanjung Emas tim P3K Jawa Barat berusaha mendapatkan bantuan. Akan tetapi takdir berkata lain. Sulaiman Abdullah menghembuskan napasnya yang terakhir di Tanjung Emas Semarang, tanggal 1 Juni 1969 pada pukul 18.00. Seiring dengan tenggelamnya mentari yang mengahiri siang, berakhir sudah pengabdian. Pupus sudah semua keinginannya. Termasuklah keinginan untuk mempersunting gadis Parahyangan.

Beberapa anggota tim mengusahakan proses pemulangan melalui jalan darat. Sementara kapal melanjutkan perjalanannya. Malam itu juga Sulaiman Abdullah dibawa ke Bandung. Sesampai di Bandung, jenazah Sulaiman Abdullah disambut dan disemayamkan di Gedung Aula STO. Penghormatan terakhir dilakukan dan jenazah dibawa ke Taman Makam Pahlawan Cikutera Bandung dan dimakamkan di sana.

Barisan yang panjang mengiringi jenazah di sepanjang perjalanan menuju Taman Makam Pahlawan. Berakhirlah tugas suci Sulaiman bin Abdullah mengharumkan nama bangsa, daerah dan tempat kelahirannya.

Namun demikian prestasinya yang gemilang mendapat apresiasi dari Pemerintah Republik Indonesia. Pada Tahun 1971, Sulaiman Abdullah memperoleh Tanda Kehormatan Satyalencana Kebudayaan yang ditandatangani Presiden RI, waktu itu dijabat Bapak Soeharto.

Dengan kebesaran dan kehormatan yang tinggi tersebut, beberapa daerah telah mengabadikan namanya sebagai Sulaiman Abdullah untuk nama jalan, gedung, dan lapangan olahraga mereka. Di antara daerah yang menggunakan namanya antara lain Stadion olahraga di Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau.

Lapangan olahraga di Menteng Jakarta, lapangan olahraga di Ambarawa, nama jalan di Kota Tanjungpinang, dan nama jalan di Bekasi. Tentunya pula nama Sulaiman Abdullah telah diabadikan untuk nama sebuah gedung dan lapangan bola di Kabupaten Kepulauan Anambas.

Kita berharap tanah ini, tanah bertuah ini akan terus melahirkan atlet-atlet olahraga yang berprestasi di kancah nasional maupun internasional. Dan melahirkan Sulaiman-Sulaiman yang lainnya dalam berbagai cabang olahraga. ***

Sumber:

a. Sdr Iskandar bin Muhammad Saleh Abdullah, keponakan dari Sulaiman Abdullah

b. Wan Tarhusin, sahabat Sulaiman Abdullah semasa menuntut di STO Bandung

Editor: Sigik RS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *