banner 728x90
Arison Komisioner KPU Kepri ketika menjalani isolasi mandiri Covid-19 di LPMP Ceruk Ijuk, Toapaya, Bintan.

Catatan Arison yang Pernah Menjalani Isolasi Mandiri Covid-19

Komentar
X
Bagikan

KEPULAUANRIAU (suaraserumpun) – Nama Arison SPT Komisioner KPU Provinsi Kepri sempat menjadi buah bibir, ketika terpapar Covid-19 detik-detik menjelang Pilkada serentak di Kepri, akhir tahun 2020 lalu. Begini catatan Arison yang pernah menjalani dua kali isolasi mandiri Covid-19.

Arison tak cuma sendiri yang terkonfirmasi positif Covid-19, saat menjelang tahapan pemungutan suara, pada Pilkada 2020 lalu. Ada anggota lain dan staf KPU Provinsi Kepri yang juga terpapar Covid-19. Sempat diragukan, Pilkada tingkat Provinsi Kepri akan berlangsung mulus. Namun, semua tahapan Pilkada serentak 2020 Kepri berlangsung lancar dan sukses. Sampai akhirnya pasangan Ansar Ahmad dan Marlin Agustina dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kepri.

Arison pernah menjalani isolasi mandiri Covid-19, di dua tempat. Arison pun mempunyai pengalaman sebagai orang yang pernah menjalami isolasi mandiri tersebut. Dia mempunyai catatan saat menjalani isolasi di RSDC Wisma Atlet, Jakarta. Serta menjalani isolasi di LPMP Ceruk Ijuk, Toapaya Asri, Kabupaten Bintan. Arison pun membikin catatan dari pengalamannya, ketika ada upaya penolakan isolasi mandiri pasien atau Orang Tanpa Gejala (OTG) Covid-19 oleh Pemko Tanjungpinang di Hotel Lohas, Jalan Wisata Bahari, Toapaya Asri, Kabupaten Bintan.

“Lagi.., pemerintah gagal berkomunikasi dengan masyarakat,” tulis Arison, saat mengawali catatan pengalamannya yang pernah menjalani isolasi mandiri Covid-19 ini, Sabtu (22/5/2021).

Baca Juga :  Karimun Bakal Kekurangan Sapi Menjelang Idul Adha 1443 Hijriah

Keberatan masyarakat sekitar, pasti khawatir tertular. Karena beranggapan tempat isolasi mandiri sama dengan Rumah Sakit. Yang merawat pasien Covid-19 dengan ventilator, alat bantu oksigen seperi di ICU. Ini sama kasusnya ketika pemerintah akan menggunakan LPMP Ceruk Ijuk. Karena warga Toapaya tidak diajak berkomunikasi atau sosialisasi, sempat terjadi penolakan.

Saat itu, yang dikhawatirkan sama. Bagaimana penanganan terhadap limbah atau sampah medis, sampah sisa makanan dan limbah MCK pasien terpapar. Agar tidak berdampak terhadap lingkungan warga. Harusnya pemerintah menjelaskan itu kepada warga setempat, melalui RT/RW dan perangkat lembaga kemasyarakatan lainnya.

Sebaiknya dijelaskan, bahwa yang ditempatkan isolasi mandiri di Hotel Lohas, atau tempat-tempat lainnya adalah masyarakat dengan kategori Orang Tanpa Gejala (OTG) dan/atau gejala ringan. Tetapi tidak memiliki rumah atau tempat tinggal yang memenuhi syarat, jika isolasi mandiri dilakukan dirumah masing-masing.

Isolasi mandiri di rumah masing-masing akan menyulitkan pemantauan dan penanganan oleh tim medis, yang jumlahnya (tenaga medis) juga sangat terbatas untuk ke rumah-rumah.

Tempat isolasi yg telah ditunjuk seperti LPMP atau hotel, semua limbah obat-obatan, vitamin, limbah makan-minum dan MCK akan dikelola dengan baik dan memenuhi standar penanganan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan WHO, melalui Satgas Covid-19 setempat. Mobilitas keluar masuk kendaraan, tim petugas medis, tim satgas Covid-19 dan penanganan limbahnya. Semua itu harus dilakukan dengan prosedur yang ketat dan disiplin.

Baca Juga :  Gubernur Kepri Bahas Pertahanan di Perbatasan Natuna dengan Mahfud MD dan Tito Karnavian

Misalnya sampah sebelum diangkut, dimasukkan ke dalam kantong plastik. Dan sebelum diangkut dilakukan penyemprotan dengan disinfektan. Kemudian, diangkut setiap hari, secara berkala dan tertib. Pengangkutan juga harus dengan truk bak tertutup. Sehingga tidak meninggalkan dan menyebabkan bau busuk saat berada di jalan umum.

Sebagai orang yang pernah mengalami isolasi mandiri, saya melihat faktor-fakor tersebut yang harus dijelaskan. Agar mengurangi keresahan masyarakat sekitar tempat isolasi mandiri.

Pengalaman Arison, terutama dalam penanganan sampah dan limbah MCK, beberapa waktu lalu, hal ini belum dilakukan dengan baik. Pengangkutan sampah dilakukan 2 hari sekali. Sehingga menyebabkan bau atau aroma tidak sedap di sekitar tempat isolasi. Kantong wadah plastik yang tidak tersedia cukup. Sehingga sampah-sampah menumpuk di tempat terbuka dan diangkut dengan truk terbuka.

Walaupun sudah dimasukkan dalam kantong-kantong plastik dan disemprot, tetap saja meninggalkan aroma bau tidak sedap sepanjang jalan yang dilalui truk tersebut. Ini harus diperhatikan oleh Satgas Covid-19 pemerintah. Apakah itu pemko Tanjungpinang, Pemprov Kepri maupun Pemkab Bintan. Pemerintah juga harus konsisten terhadap standar baku seseorang yang dinyatakan sehat pascaisolasi mandiri.

Aktivitas Arison saat menjalani isolasi mandiri di Wisma Atlet, di Jakarta.

Misalnya, ketika seseorang dinyatakan terpapar Covid-19 berdasarkan hasil Swab RT-PCR, maka dinyatakan sehat pascaisolasi mandiri, juga harus berdasarkan hasil RT-PCR.

Baca Juga :  76 Anak Bintan Melamar Jadi Polisi

Sehingga, hal itu benar-benar berdasarkan hasil pengujian yang dapat dipertanggungjawabkan dan tidak menimbulkan rasa was-was bagi seseorang. Apakah dia (pasien/OTG) benar-benar sudah clear and clean dari Covid-19, dan tidak menularkan kepada keluarga atau warga di lingkungannya.

Menurut Arison, bisa saja pemerintah beranggapan dan menetapkan bahwa dalam rentang waktu paling lama 14 (empat belas) hari, virus corona di dalam tubuh seseorang sifatnya sudah lemah, dan sudah terbentuk imunitas tubuh yang mampu melawan efek Covid-19 tersebut.

Tetapi, perlu juga disadari bahwa kondisi tubuh setiap manusia atau orang, tidak sama dalam merespon pembentukan imunitas tersebut. Sehingga paling tepat adalah berdasarkan standart hasil uji/test yang telah ditetapkan. Demikian catatan Arison yang pernah menjalani isolasi mandiri Covid-19 ini. Semoga bermanfaat bagi Satgas Covid-19, maupun bagi semua insan manusia di dunia. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *