banner 728x90
Pelaku perikanan tergabung dalam Aspek bersama HNSI Kepri mengadakan audiensi dengan Kepala DKP Kepri Said Sudradjat dan PSDKP tentang PP nomor 11 tahun 2023 hingga usulan PNBP pascaproduksi sebesar 2,5 persen di Kantor DKP Kepri, Dompak, Tanjungpinang, Senin (30/10/2023) siang. F- yen/suaraserumpun.com

Audiensi dengan DKP dan PSDKP, Pelaku Perikanan Kepri Mengajukan PNBP Pascaproduksi Sebesar 2,5 Persen

Komentar
X
Bagikan

Tanjungpinang, suaraserumpun.com – Belasan perwakilan pelaku perikanan tangkap yang tergabung Asosiasi Perikanan Berkelanjutan Kepulauan Riau (Aspek) mengadakan audiensi dengan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kepri serta PSDKP, Senin (30/10/2023). Dalam pertemuan yang dihadiri Ketua HNSI Provinsi Kepri H Eko Prihananto di ruang rapat kerapu Kantor DKP Provinsi Kepri ini, pelaku perikanan mengajukan agar PNBP pascaproduksi sebesar 2,5 persen.

Ada beberapa topik yang dibahas dalam audiensi tersebut. Terutama mengenai PP nomor 11 tahun 2023, yang mengatur mengenai kuota penangkapan ikan pada zona Penangkapan Ikan Terukur (PIT). Kuota tersebut dihitung berdasarkan potensi sumber daya ikan yang tersedia dan jumlah tangkapan. Justru itu, pengusaha diminta agar membuat evaluasi mandiri untuk jumlah tangkapan.

Dalam pelaksanaannya, pelaku perikanan dikenakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar 5 persen. Kapal di atas 60 GT, PNBP bisa dikenakan hingga 10 persen. Pembayaran PNBP ini dinamakan PNBP pascaproduksi.

Kemudian, zona wilayah tangkapan kapal nelayan juga diatur. Untuk kapal yang menangkap ikan di bawah 12 mil, kewenangan perizinannya menjadi kewenangan pemerintah daerah. Sedangkan zona penangkapan di atas 12 mil, perizinan menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Baca Juga :  Asisten I Setdako Apresiasi Inovasi Kelurahan Sei Jang dan PKK Tangani Stunting

Justru itu, kapal yg beroperasi di atas 12 mil diminta segera migrasi dalam pengurusan izin ke pusat. Kapal nelayan juga harus dilengkapi Vessel Monitoring System (VMS) sebagai alat kontrol gerak kapal nelayan. Dalam hal ini, dari pihak DJPSDK dan PSDKP juga menginformasikan tentang batas waktu untuk melakukan migrasi pengurusan izin pusat tersebut, jika menangkap ikan di atas 12 mil.

Selain itu, pertemuan juga membahas tentang check-point untuk melaporkan hasil tangkapan ikan kepada DJPSDKP. Serta tindakan penegakkan hukum bagi kapal nelayan yang melanggar aturan oleh pihak PSDKP. Pembahasan juga berkaitan mengurus rekomendasi untuk mendapatkan rekomendasi BBM. Khususnya bagi kapal di atas 10 GT yang sudah menjadi kewenangan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri.

Dari pihak pelaku perikanan dan HNSI menyampaikan, untuk pembayaran PNBP pascaproduksi sebesar 5 persen itu, sangat berat. Dalam kondisi sulit sekarang, pengusaha perikanan banyak mengeluarkan biaya. Termasuk membayar gaji ABK atau nelayan. Belum lagi kondisi harga ikan ekspor yang rendah di luar negeri.

Baca Juga :  Police Go to School, Polres Bintan Beri Penyuluhan Lalu Lintas kepada Pelajar

“Tolong, Pak Kadis Kelautan dan Perikanan Kepri serta dari PSDKP untuk menyampaikan ke pusat, agar PNBP pascaproduksi itu ditetapkan sebesar 2,5 persen. Sama halnya dengan zakat penghasilan dalam ketentuan Islam,” kata Eko Prihananto Ketua HNSI Provinsi Kepri yang mewakili pelaku perikanan Kepri.

Dina dari Aspek mengatakan, cukup banyak keluhan pelaku perikanan di Kepri ini. Karena kondisinya berbeda dengan di Jawa. Untuk ekspor saja, ikan mesti segar saat tiba di Singapura. Pelaku perikanan sering rugi, karena terkendala check poin lambat. Akibatnya, kondisi ikan tidak segar. Harga jual murah. Ketika pemilik kapal rugi, tuntutan dari nelayan atau ABK cukup banyak.

“Belum lagi penerapan menggunakan alat VMS itu. Harganya mau mencapai Rp18,5 juta per unit. Tolong pertimbangkan bagi pemilik kapal yang jumlah lebih dari 10 unit. Sudah berapa pengeluaran kami,” sebut Dina.

“Kami ini mau saja menghentikan usaha bidang perikanan ini. Untuk kami sendiri kalau melaut, bisa hidup. Tapi ratusan orang pekerja di satu pelaku perikanan ini, bagaimana kelangsung hidupnya. Mereka punya anak dan istri yang harus dihidupi. Tolong Pak, beri toleransi dan keringan kepada kami,” sambung Dina yang juga dibenarkan Siman, Heri dan belasan pelaku perikanan lainnya.

Baca Juga :  236 Guru PPPK Penugasan di Bintan Sudah Terima SK

Dalam pertemuan tersebut, Kepala DKP Kepri Said Sudradjat dan Heri Kepala PSDKP mencarikan solusi. Agar keluhan dan kendala para pelaku perikanan yang memberikan lapangan kerja bagi ratusan nelayan dan ratusan KK ini, bisa disampaikan ke pusat. Termasuk pelayanan check poin di pelabuhan, akan dipermudah.

“Untuk PNBP pascaproduksi yang diusulkan (2,5 persen) ini, akan kita sampaikan ke pusat. Kalau untuk pengurusan rekomendasi kuota BBM, kami di DKP Kepri masih menerapkan secara manual. 2 atau 3 hari saja, sudah selesai,” sebut Said.

Dalam audiensi tersebut, Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri serta pihak PSDKP akan selalu berkoordinasi dan saling memberikan kemudahan kepada pelaku perikanan, dalam menjalankan usaha perikanan berdasarkan PP nomor 11 tahun 2023 tersebut. Tanpa mengenyampingkan penegakkan hukum maupun sanksi lainnya. (yen)

Editor: Sigik RS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *