banner 728x90
BEM-SI membahas dan menyoroti RUU daerah kepulauan dan sengketa kemaritiman yang diklaim Cina di Natuna. F- BEM-SI

BEM-SI Menyoroti RUU Daerah Kepulauan dan Sengketa di Natuna, Pembangunan Batam dan Lingga Tak Merata

Komentar
X
Bagikan

Tanjungpinang, suaraserumpun.com – Kajian publik yang diselenggarakan Badan Eksekutif Mahasiswa Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (BEM PPNS) sekaligus koordinator isu Maritim BEM Seluruh Indonesia (BEM-SI) Kerakyatan menyoroti sejumlah isu strategis maritim di Kepulauan Riau. Selain RUU Daerah Kepulauan yang belum disahkan, BEM-SI juga menyoroti pertahanan serta sengketa Cina di Natuna.

Koodinator Daerah Kepulauan Riau BEM Seluruh Indonesia yang juga Presiden Mahasiswa BEM KM UMRAH, Alfi Riyan Syafutra menjadi narasumber di Kajian Publik BEM SI yang bertema “Sengketa Cina di Natuna”, khususnya isu maritim. Dirinya menyoroti kebijakan pemerintah pusat yang belum mengesahkan RUU Daerah Kepulauan, pembangunan yang belum merata di pesisir dan kurangnya perhatian pemerintah terhadap Natuna, Kepulauan Riau, yang kerap berkonflik dengan negara luar.

Baca Juga :  Mengenang Wan Izhar Abdullah, Wawako Pertama Kota Tanjungpinang (Bagian I)

Padahal, lanjut dia, pemerintah harus mengesahkan RUU Daerah Kepulauan. Karena di dalamnya terdapat kepentingan pembangunan 8 provinsi kepulauan dan 85 kabupaten di Indonesia. Hal ini tidak diperhatikan malah membuat kebijakan-kebijakan lain.

“Kebijakan-kebijakan harus diambil dalam rangka mewujudkan indonesia sebagai negara maritim dan poros maritim dunia. Dengan kebijakan yang berbasis maritim yang di ambil akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Maritim di pesisir Indonesia,” kata Alfi, Rabu (16/11/2022).

Di Kepulauan Riau sendiri, pembangunan di pesisir belum merata di berbagai kabupaten/kota, dan terjadi ketimpangan pembangunan. Seperti di Kabupaten Lingga dan Kota Batam. Hingga saat ini, Provinsi Kepulauan Riau masih banyak tertinggal dengan provinsi tetangga. Pembangunan pesisir di Kota Batam mengalami disparitas dan menumpuk di kotanya saja tidak berimbang ke pesisir pulau pulau. Begitu juga di Kabupaten Lingga dengan jumlah pulau terbanyak masih sangat minim.

Baca Juga :  Cen Sui Lan: Saya Tuntaskan Pembangunan Jalan Lingkar Pulau Durai Karimun

Maka pemerintah pusat maupun daerah harus secepatnya menyelesaikan kebijakan yang sesuai dengan potensi daerah, mendesaknya pengesahan RUU Daerah Kepulauan diprediksi akan semakin nyata dan terasa akibatnya dalam tahun-tahun mendatang.

“Perlu adanya pengesahan regulasi nasional Undang Undang Daerah Kepulauan. Karena regulasi lama belum maksimal dalam mendorong kemajuan daerah yang berciri kepulauan. Serta peran provinsi dalam pengelolaan dan kemajuan daerah,” ujar Alfi Ryan.

Pemerintah pusat perlu mengintegrasikan kebijakan ini sebagai upaya pengkoordinasiaan yang terintegrasi dalam menghadapi kejadian ancaman yang paling mengemuka dari kondisi kepulauan di pesisir. Karena itu sangat diperlukan regulasi-regulasi dan kebijakan-kebijakan dalam level nasional yang secara optimal dapat mendorong pengembangan kawasan di pesisir.

Baca Juga :  Dimulai 6 Agustus, Ini Jadwal Pekan Pertama Liga Inggris Musim 2022-2023

Terkait dengan pengembangan kawasan perbatasan, pemecahan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan hal tersebut tidak bisa semata-mata hanya menggunakan perspektif geografis (batas-batas yang kasat mata) dan perspektif politis (kedaulatan negara), namun juga harus menggunakan perspektif sosial karena sedikit banyak akan berbicara mengenai masyarakat yang menghuni dan melintasi perbatasan.

Ditambah dengan adanya perspektif geografis politis yang formal melihat perbatasan sebagai garis-garis imajiner dalam peta sebagai bagian dari wilayah negara yang ajek, statis dan sakral. (yen)

Editor: Sigik RS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *