banner 728x90
Presiden RI Joko Widodo memasuki tempat pembukaan GTRA Summit 2022, yang turut dihadiri Gubernur Kepri Ansar Ahmad, Kamis (9/6/2022). F- Istimewa/ig@jokowi

GTRA 2022, Gubernur Kepri: Masyarakat Pesisir Dapat Kepastian Hukum Hak Atas Tanah

Komentar
X
Bagikan

Wakatobi, suaraserumpun.com – Gubernur Kepulauan Riau H Ansar Ahmad hadir langsung dalam pembukaan dan pertemuan puncak Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Summit 2022, di Marina Togo Mowondu, Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara, Kamis (9/6/2022). Dari kegiatan ini, Gubernur Kepri memastikan masyarakat pesisir dapat kepastian hukum hak atas tanah.

Acara GTRA 2022 ini bertema Menuju Puncak Presidensi G20: Pemulihan Ekonomi yang Inklusif dan Berwawasan Lingkungan melalui Reforma Agraria, Harmonisasi Tata Ruang, dan Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Kepulauan. Kegiatan dibuka langsung oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi).

Gubernur Kepri Ansar Ahmad menyatakan, dirinya hadir langsung pada acara tersebut, karena selain Kepri menjadi salah satu anggota Badan Kerja Sama (BKS) provinsi kepulauan yang ikut menandatangani Deklarasi Batam 2018, juga ingin agar masyarakat pesisir Kepri yang tinggal di atas air atau ruang air atau ruang laut ikut mendapatkan kepastian hukum.

“Inilah kesempatan kita untuk masyarakat nelayan di Kepri yang tinggal di atas air atau ruang laut untuk mendapatkan kepastian hukum atas hak atas tanah, maka saya hadir langsung pada GTRA Summit ini untuk pastikan hal itu,” ujar Ansar Ahmad Gubernur Kepri.

Pada acara yang diagendakan berlangsung selama 3 hari sejak 8 Juni hingga 10 Juni 2022 ini, Kepala Negara juga menyerahkan sertifikat tanah untuk 10 pulau terluar di Indonesia, dan 525 sertifikat HGB untuk masyarakat suku Bajo di Wakatobi. Salah satu pulau kecil terluar di Kepri yaitu pulau Putri menjadi salah satu pulau terluar yang pada saat itu sertifikat tanahnya diserahkan Presiden.

Baca Juga :  Musrenbang Kabupaten Karimun, Gubernur Kepri Menyarankan Penghematan Anggaran

Dalam sambutannya, Presiden Jokowi meminta agar lembaga negara baik pusat maupun daerah untuk saling terbuka dan bersinergi dalam menyelesaikan persoalan-persoalan bangsa. Ternyata, kata Presiden, persoalan tersebut bersumber dari lembaga pemerintah sendiri, yakni ego sektoral dari lembaga pemerintahan baik pusat maupun daerah. Lembaga pemerintah tidak bekerja secara terintegrasi. Bekerja sendiri-sendiri dengan egonya masing-masing.

“Persoalannya kelihatan. Solusinya kelihatan. Namun, tidak bisa dilaksanakan hanya gara-gara ego sektoral. Saya sangat menghargai pertemuan GTRA ini, yang diharapkan bisa segera mengintegrasikan, memadukan seluruh kementerian/lembaga. Semuanya bekerja dengan tujuan yang sama. Menyelesaikan masalah-masalah yang ada di masyarakat agar sengketa lahan bisa diselesaikan,” papar Presiden.

Presiden pun menginstruksikan agar lembaga negara baik di pusat maupun daerah, semuanya harus membuka diri. Ia berharap Forum GTRA Summit 2022 ini menjadi forum untuk menghancurkan tembok (ego) sektoral.

“Semua lembaga pemerintah, baik pusat dan daerah, baik kementerian maupun lembaga, harus saling terbuka, saling bersinergi, dan riil pada tataran pelaksanaan. Jangan hanya bicara kita harus terbuka, tetapi praktiknya tidak,” tegasnya.

Baca Juga :  Polres Bintan Membuang Barang Bukti Senilai Rp2 Miliar ke Toilet

Presiden Jokowi sebelumnya menjelaskan bahwa sejak tahun 2015, persoalan mengenai tumpang tindih pemanfaatan lahan telah berulangkali disampaikan olehnya. Setiap ke daerah, Presiden Jokowi selalu menemukan persoalan sengketa tanah. Menurutnya, dari 126 juta yang seharusnya memegang sertifikat, pada tahun 2015 itu baru 46 juta.

“Artinya, ada sekitar 80 juta penduduk Indonesia yang menempati lahan tapi tidak memiliki hak hukum atas tanah itu. Hal ini juga berpotensi buruk pada iklim investasi. Yang lebih menjengkelkan lagi, justru yang gede-gede kita berikan, tapi begitu yang kecil-kecil misal 200 meter persegi saja, tidak dapat diselesaikan. Dengan kapasitas 500 ribu sertifikat per tahun pada tahun 2015, berarti penduduk Indonesia harus menunggu 160 tahun untuk bisa semua memiliki sertifikat,” ujar Presiden Jokowi.

Melihat persoalan tersebut, di tahun 2015 Presiden lalu memerintahkan Menteri ATR/Kepala BPN untuk meningkatkan kapasitas penerbitan sertifikat menjadi lima juta per tahun. Lalu, tahun berikutnya dinaikkan lagi menjadi tujuh juta per tahun, dan naik lagi menjadi sembilan juta sertifikat per tahun.

Baca Juga :  Bupati Bintan Menugaskan Kadis Perikanan untuk Memonitoring dan Evaluasi Bantuan kepada Kelompok Nelayan

“Artinya kita ini bisa melakukan, bisa mengerjakan, tetapi tidak pernah kita lakukan. Melompat dari 500 ribu menjadi sembilan juta, nyatanya bisa, sehingga sampai sekarang ini dari 46 juta sudah naik menjadi 80,6 juta sertifikat hak milik,” kata Presiden.

Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil dalam sambutannya mengemukakan, pada pertemuan GTRA Summit ini, akan dibahas peririsan kewenangan antara Kementerian ATR/BPN dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

“Alhamdulillah kami sudah bekerja sama dengan Menteri Kelautan dan Perikanan sehingga masalah yang ditunggu oleh masyarakat yang tinggal di atas air seperti suku bajo, dan di Kepri ada suku anak laut, selama ini kami tidak bisa memberikan hak kepada mereka sehingga mereka tidak memiliki akses ke finansial lembaga keuangan termasuk KUR,” ujar Sofyan Djalil.

Turut menghadiri acara tersebut Ibu Negara Iriana Jokowi, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi, Bupati Wakatobi Haliana serta para undangan yang hadir. (nurul atia)

Editor: Sigik RS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *