banner 728x90
Syafaruddin. F- Istimewa/dokumentasi syafaruddin

Mengenang Wan Izhar Abdullah, Wawako Pertama Kota Tanjungpinang (Bagian II)

Komentar
X
Bagikan

Oleh: Syafaruddin SSn MM
Pamong Budaya Madya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang

Susahnya Menjadi Wakil Walikota
Mungkin ramai orang yang beranggapan jadi Wakil Walikota itu gampang. Tinggal tunggu perintah dari Walikota, kerjakan, selesai. Kemudian tunggu perintah selanjutnya, kerjakan lagi, selesai. Segampang itukah? Tentunya tidak dengan Wakil Walikota Tanjungpinang. Bapak Haji Wan Izhar Abdullah memiliki pengalaman yang lain menjadi Wakil Walikota. Kondisi umur dan pengalaman telah menempatkan beliau pada posisi yang sedikit sulit. Kearifan beliau dan sosok guru yang melekat pada dirinya menjadikan beliau sebagai tempat untuk dimintai pendapatnya dalam setiap pengambilan keputusan. Namun beliau tidak akan menepuk dada. Kata yang muncul selalunya menggambarkan sifat tawadu’. “Kitakan bawahan, tugas kita adalah mengamankan kebijakan yang telah diambil oleh atasan kita.” Pada hal jelas dalam setiap pertemuan, ide beliau selalu menjadi perhatian semua pihak dan menjadi pemikiran. Jadi tidak mungkin jika sebelumnya beliau tidak memahami duduk persoalan setiap masalah yang dibawa ke meja rapat.

Dalam usia seumur jagung, Kota Tanjungpinang telah mengalami berbagai cobaan. Sepertinya ada yang beranggapan bahwa kota kecil ini tidak memiliki kekuatan sehingga dapat dipermainkan. Mudah sekali orang mengajak bermain dengan hukum. Berbagai kasus hukum telah menerpa Pemerintah Kota Tanjungpinang. Sebut saja kasus sunset café yang berada tepat di hadapan kantor Walikota Tanjungpinang. Kasus ini cukup menyita waktu. Dalam kasus ini Pak Wan cukup disibukkan. Bukan karena sebagai Wakil Walikota saja, lebih dari itu kearifan beliau sangat diharapkan. Sebab tidak mungkin Walikota menumpukan perhatian pada kasus tersebut, mengurus kepantingan rakyat harus dinomorsatukan. Akhirnya kasus tersebut dimenangkan oleh pemerintah Kota Tanjungpinang. Bangunan yang telah berdiri di puncak bangunan lama sunset café dirobohkan.

Kasus lainnya yang juga menjdi perhatian adalah penghinaan terhadap Walikota Tanjungpinang. Perseteruan Walikota dengan seorang senator daerah pemilihan Provinsi Kepulauan Riau bukan hanya bersifat lokal tapi sampai ke tingkat nasional. Pernah terpikir oleh Pak Wan bahwa sepertinya beliau bukan sebagai seorang Wakil Walikota akan tetapi sebagai ayah dari anak-anaknya yang nakal.

Jika orang belum mengenal sosok Wan Izhar lebih dekat, pasti akan beranggapan bahwa beliau orang yang pendiam dan susah diajak bicara. Anggapan itu akan hilang jika kita telah mengenal lebih dekat. Barulah akan terasa bahwa Wan Izhar sebagai sosok yang sangat familier dan mudah diajak berdiskusi dalam berbagai hal. Sisi lain orang pasti akan kembali keliru karena sosok Haji Wan Izhar Abdullah adalah seorang seniman sekaligus budayawan handal. Sosok manusia yang mampu membaca alam.
Kondisi beliau seperti ini menempatkan beliau sebagai wakil walikota yang kompleksitas. Beliau tidak hanya menjalankan roda pemerintahan, akan tetapi juga menjalankan roda kehidupan masyarakat. Ada banyak kejadian yang beliau tangani untuk membantu posisi orang-orang yang dalam kondisi terjepit. Terjepit dalam hidup dan juga terjepit dalam meloloskan “proposal”.

Baca Juga :  Gubernur Kepri dan Bintan Resort Lagoi Segera Membahas Teknis Penerimaan Kunjungan Turis

Membantu posisi orang dalam kesulitan bagi Haji Wan Izhar Abdullah adalah kewajiban. Akan tetapi dalam hal membantu melancarkan proposal, beliau selalu mengalami hambatan. Posisi sebagai Wakil Walikota, masih dipandang sebelah mata oleh para pejabat tertentu dalam lingkungan pemerintah Kota Tanjungpinang. Jika kita masuk ke dalam ruangan Wakil Walikota Tanjungpinang, mungkin akan sedikit kaget dan terbingung-bingung. Di sana akan kita temui sebuah meja kecil yang polos dan tidak banyak perlengkapan kerja sebagaimana mestinya. Satu set meja tamu yang sejak beliau menjabat, tak pernah diganti. Tetapi itu semua menunjukkan bahwa beliau orang yang sederhana.

Kesederhanaan yang beliau terapkan ternyata mampu merubah sikap orang-orang yang ada di sekitar beliau. Kita akan bertemu dengan ajudan beliau yang ramah, tenang dan tidak overacting. Kita akan berjumpa dengan polisi pamong praja yang murah senyum. Kita juga akan berjumpa dengan para pejabat yang supel dan “manusiawi”.

Kondisi ini tercipta karena Pak Wan orang yang merakyat. Beliau tahu apa yang dibutuhkan rakyat, karena beliau berasal dari rakyat. Untuk menghargai rakyat, kita harus mampu memahami budayanya. Pemahaman akan budaya masyarakat telah menempatkan beliau pada posisi terhormat. Beliau selalu menanamkan pengertian kepada bawahannya bahwa jabatan yang dipegang saat ini adalah untuk melayani rakyat, bukan untuk dilayani.

Ada bebarapa kejadian yang memperlihatkan kepedulian Pak Wan pada budaya masyarakat. Pada saat dilaksanakannya Tanjungpinang Expo tahun 2005, telah berdiri deretan stand yang dibangun di tepi laut menghadap panggung Raja Haji Fisabilillah.

Baca Juga :  Ansar Ahmad Dinobatkan sebagai Tokoh Inspirasi Kemerdekaan Pers

Saat itu beliau pulang dari Batam, lambaian terpal putih biru atap tenda kelihatan jelas melambai-lambai ditiup angin. Akan tetapi bukan itu permasalahannya. Kesan yang timbul adalah mengapa bangunan tenda tersebut dibangun membelakangi Pulau Penyengat. Ada dua hal yang menjadi pemikiran beliau, pertama, bangunan itu menyalahi tujuan awal pengembangan Tanjung Buntung yaitu untuk memperoleh space yang tepat pemandangan Pulau Penyengat. Pulau yang dihormati dan dianggap keramat bagi masyarakat Melayu kkhususnya Tanjungpinang. Kedua, pemandangan itu menimbulkan kesan tidak menarik dari laut yang setiap lima belas menit dilewati oleh kapal-kapal dari dalam dan luar negeri yang membawa para pelancong ke Tanjungpinang.

Tidak ada yang mampu merubahnya. Sehinggalah Wan Izhar Abdullah keluar dari ruangan Walikota Tanjungpinang. Sorenya Drs.Wan Samsi, selaku Kabag Ekonomi nampak tergesa-gesa menuju ke lapangan Raja Haji Fisabilillah. Dengan berat hati Wan Samsi memerintahkan para pekerja untuk memindahkan bangunan menghadap ke laut. Kemudian Pak Wan bersama Walikota dan pejabat lainnya turun ke lapangan.

Wajah Wan Samsi nampak sedikit berkerut. Matanya tertumbuk dengan mata Pak Wan Izhar. Pak Wakil hanya tersenyum. Sambil berseloroh Wan Samsi mendekati pejabat yang berada dekat Pak Wan Izhar,” Ini semua pasti kerja beliau tu wai.” Lalu terdengar ketawa orang-orang disekitar Ibu Walikota.
Mampunya Pak Wan Izhar merubah sesuatu yang telah berjalan, bukan tanpa sebab. Beberapa kejadian telah memberi pelajaran kepada Ibu Walikota. Pertama adalah saat membangun tenda bazaar di Kelenteng Senggarang dalam acara Revitalisasi Budaya Melayu tahun 2004. Beliau telah menasehati agar jangan membangun tenda di tempat tersebut. Sehari setelah pembukaan, Walikota mengajak beliau ke Senggarang.

“Ada apa buk kita kesana?” Tanya Pak Wan Izhar.
“Itu, katanya ada tenda yang roboh” jawab Walikota.
“Saya dah cakap”, kata Pak Wan Izhar, tapi cuma dalam hati saja.
Kejadian kedua, saat Dragon Boat Race tahun 2004. Beliau telah menegur agar jangan membangun tenda membelakangi Pulau Penyengat. Nasehat itu hanya dianggap angin lalu. Sehari sebelum pembukaan, Pak Wan berangkat ke Jakarta melalui Batam. Baru saja beliau menginjakkan kaki di Pelabuhan Telaga Punggur, angin ribut barat menerjang, meluluhlantakkan tenda-tenda yang berjejer di tepi laut.

Baca Juga :  Sementara, Dinda Nafila Atlet FPTI Kuansing Meraih 2 Emas di Kejurprov Panjat Tebing 2023

Pada Tahun 2005, bazar Dragon Boat Race diadakan di Pamedan A.Yani. keadaan ini menjadikan pelaksanaan Dragon Boat Race kurang bernas. Untungnya kondisi itu diselamatkan dengan pelaksaan Gawai Seni Kota Tanjungpinang sehingga pengunjung Bazar cukup ramai.

Dari dua kejadian tersebut telah menempatkan Pak Wan Izhar sebagai seorang yang mampu membaca alam. Kemampuan itu bukan datang serta merta. Akan tetapi tempaan alam Natuna telah memberi banyak pelajaran berharga bagi Pak Wan Izhar Abdullah.

Itulah kekuatan Pak Wan Izhar Abdullah. Kearifan beliau telah memberi kekuatan sehingga mampu bertahan. Semua kesangsian yang selama ini didengungkan orang yang tidak sehaluan, telah dijawab dengan pembuktian. Jalani saja hidup ini seperti air sungai, mengalir mengikuti setiap liku, belailah bebatuan dengan lembut niscaya dia akan terkikis jua akhirnya. Itulah prinsif hidup Bapak Haji Wan Izhar Abdullah, yang dipegang teguh sehinggalah beliau sampai kemuara kebahagiaan hidup yang diridhoi Allah swt.

Maafkan aku
Perahu gurindam kecilku
Indah pesonamu
Pernah bikin aku ragu
Untuk berjalan bersamamu
Mengarungi segara biru

Kucoba beranikan diri
Rengkuh dayungmu
Sedikit bergoyang
Namun perlahan bergerak pasti
Menuju tanah harapan

Pernah sekali kita oleng
Ditengah derasnya arus
Terkandas di Lumpur nurani

Ku kerahkan semua upaya
Untuk tetap bertahan
Dari hantaman gelombang

Sebagai juru mudi dadakan
Ku coba kuras semua kemampuan
Terjemahkan pesan nakhoda
Yang berdiri gagah di haluan
Agar perahu gurindam kecilku tetap bertahan

Ini laut penuh misteri
Terkadang seperti semak berduri
Pernah sekali bagai lidah api
Menjilat menyambar
Seolah ingin koyakkan layar

Pernah sekali serasa madu
Tetapi buihnya bagaikan empedu

Namun
Perahu gurindam kecilku harus bertahan
Dari semua badai ancaman

Meski akhirnya aku harus menepi
Ke sebuah sisi pantai yang sepi
Tali layar harus tetap teregang
Agar perahu terus melejang

Terus
Teruslah berlayar perahu gurindam kecilku
Ku yakin kau akan terus melaju
Terus dan terus
Hanya satu yang aku tak tahu
Di mana perahuku akan berlabuh. (bersambung) ***

Editor: Sigik RS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *