banner 728x90
Kepala Dinas Perkim Kabupaten Bintan Herry Wahyu digiring ke mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Kantor Kejari, dan ditetapkan sebagai tersangka korupsi pengadaan TPA sampah, Rabu (20/7/2022). F- Istimewa/ox

Kumpulan Berita Kepala Dinas Perkim dan Warga Bintan Ditahan Kejari, Berikut Ini Kasusnya

Komentar
X
Bagikan

Bintan, suaraserumpun.com – Herry Wahyu seorang Pejabat Pemkab Bintan ditahan Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Bintan, Rabu (20/7/2022). Mantan Kepala Dinas PUPR dan sekarang menjabat Kepala Dinas Perkim Kabupaten Bintan ini ditahan Kejari, bersama dua orang warga. Berikut ini kumpulan berita Herry Wahyu, kronologi dan kasus penahanannya.

Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Pemukiman (Kadis Perkim) Bintan Herry Wahyu diborgol jaksa, saat digiring ke dalam mobil tahanan jaksa, usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan lahan TPA Tanjunguban.

Herry Wahyu saat itu mengenakan rompi merah muda. Herry Wahyu dan dua tersangka lainnya yakni Ari Syafdiansyah dan Supriatna digiring dari Kantor Kejari Bintan menuju mobil tahanan. Tidak ada statemen apapun dari tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejari Bintan ini.

Kepala Kejari Bintan I Wayan Riana mengumumkan, status Herry Wahyu dan dua warga ini ditetapkan sebagai tersangka, atas dugaan korupsi pengadaan lahan Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) sampai di Tanjunguban, pada tahun 2018. Pengadaan lahan yang dilakukan Dinas Perkim pada tahun 2018, untuk pembangunan TPA dengan merugikan negara sekitar Rp2,44 miliar. Anggaran ini untuk membebaskan lahan pembangunan TPA seluas 2 hektare.

Namun, lahan yang dibeli Pemkab Bintan ini tumpang tindih, dengan lahan milik warga yang sudah bersertifikat. Sehingga, lahan yang dibebaskan tersebut, tidak bisa digunakan untuk pembangunan TPA.

Dari hasil pemeriksaan, tersangka Ari Syafdiansyah, ternyata dua tahun sebelum pengadaan ada pertemuan dengan tersangka Herry Wahyu.

“Saat itu diberitahukan rencana pengadaan lahan untuk TPA di tahun 2018,” ungkap I Wayan Riana.

“Jadi semua tim pengadaan lahan TPA bekerja berdasarkan perintah tersangka HW (Herry Wahyu),” sambungnya.

Ternyata sporadik yang diterbitkan Kelurahan Tanjunguban Selatan yang menjadi dasar pembebasan lahan TPA itu, palsu. I Wayan Riana mengatakan, pihaknya fokus terhadap dugaan tindak pidana korupsi.

Baca Juga :  Daftar Nama 22 Kepala Desa Terpilih Hasil Pilkades Serentak Se-Bintan

Sejumlah pihak yang diduga menerima uang pun sudah mengembalikan kepada Kejari Bintan. I Wayan Riana merincikan, mantan Camat Bintan Utara mengembalikan tanah seluas 600 meter/segi, kemudian uang dari para saksi lainnya dengan nilai Rp62 juta lebih.

Fakta-fakta
Banyak fakta terungkap dalam pengungkapan kasus korupsi pengadaan lahan TPA tersebut. Selain tersangka yang ditetapkan merupakan pejabat kepala dinas dan melibatkan warga biasa, surat tanah palsu dan pendampingan bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari Bintan pada tahun 2017, juga menjadi fakta dalam kasus ini.

Kajari Bintan I Wayan Riana didampingi Kasi Pidsus Fajrian memberikan keterangan pers tentang penahanan Kepala Dinas Perkim terkait dugaan korupsi pengadaan TPA. F- Istimewa/ox

Kepala Kejar Bintan I Wayan Riana dalam keterangan pers menyebutkan, lahan yang dibebaskan Pemkab Bintan itu tumpang tindih dengan tiga surat sertifikat hak milik tahun 1997 atas nama Thomas, Maria dan Sujana.

Ada 10 sporadik tahun 2017 yang diterbitkan Kelurahan Tanjunguban Selatan waktu itu, dengan dasar surat wajib daftar tahun 1981 atas nama Sapri.

“Ternyata yang dibuat adalah dua lokasi berbeda,” sebu Kejari Bintan.

Sporadik terbitan Kelurahan Tanjunguban Selatan tahun 2017 itu yang menjadi dasar pembebasan lahan itu disebut-sebut palsu. Karena, lahan surat tersebut berada di atas lahan milik Thomas, Maria dan Sujana, berdasarkan SHM tahun 1997.

Dari peristiwa tersebut, lahan TPA yang dibebaskan Pemkab Bintan dengan anggaran Rp 2.440.000.000 pada tahun 2018 silam tidak sah, karena tumpang tindih dengan SHM milik Thomas, Maria dan Sujana.

Selain persoalan surat tanah yang diduga palsu, pada tahun 2017 atau setahun sebelum pembebasan lahan itu pihak Kejari Bintan melalui bidang Datun melakukan pendampingan hukum terkait rencana pembebasan lahan TPA itu yang akan dilakukan Dinas Perkim Bintan.

Tim pengadaan lahan TPA disebut-sebut memberikan data palsu kepada bidang Datun Kejari Bintan. Karena lahan yang akan dibebaskan tidak bersengketa. Nyatanya, lahan TPA itu tumpang tindih dengan pemilik lainnya. Dari ‘kebohongan’ itu, setahun kemudian (2018) Dinas Perkim Bintan yakin untuk membebaskan lahan seluas 2 hektar milik Supriatna untuk dibebaskan.

Baca Juga :  Dibutuhkan 707.622 Formasi, Kementerian PANRB Terbitkan Pedoman Pengadaan CASN Tahun 2021

I Wayan Riana menerangkan, pada saat dilakukan pendampingan oleh bidang Datun Kejari Bintan tahun 2017, ada data bodong yang disampaikan tim pengadaan lahan TPA.

“Ada data yang disampaikan tidak benar, tidak disampaikan lahan itu masuk tumpang tindih dengan pemilik lain,” terangnya.

Untuk mengungkapkan kasus korupsi itu, sebanyak 36 orang saksi diperiksa. Termasuk tim pengadaan lahan TPA dan 3 orang saksi ahli dari BPN, BPKH dan BPKP Kepri. Ada 110 dokumen yang disita termasuk pula pengembalian dari pihak-pihak terkait. Seperti surat tanah seluas 600 meter persegi dari mantan Camat Bintan Utara, uang dengan total Rp62 juta dari beberapa pihak yang disebut menerima dari dugaan korupsi tersebut.

Para tersangka disangkakan melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal yang disangkakan yaitu Pasal 2 ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU nomor 31 tahun 1999 tentang tipikor juncto Pasal 55 KHUP dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.

Kajari Bintan I Wayan Riana didampingi Kasi Pidsus Fajrian memberikan keterangan pers tentang penahanan Kepala Dinas Perkim terkait dugaan korupsi pengadaan TPA. F- Istimewa/ox

Peran Tersangka
Setelah melalui serangkaian proses pemeriksaan yang panjang, akhirnya jaksa berkeyakinan menetapkan tiga orang tersangka yakni HW (Herry Wahyu) selaku Kepala Dinas Perumahan dan Pemukiman (Perkim) Bintan periode 2018 serta AS (Ari Syafdiansyah) dan SP (Supriatna) warga Tanjunguban pemilik lahan.

Kepala Kejari Bintan I Wayan Riana memaparkan, tiga tersangka memiliki peran masing-masing. Tersangka HW selaku Kepala Dinas Perkim Bintan pada tahun 2018 selaku PA kegiatan tidak melaksanakan tugasnya sesuai mekanisme pengadaan lahan TPA.

Sementara tersangka AS dan tersangka SP berperan mencari dan melengkapi dokumen tanah yang dibeli Pemkab Bintan.

“Sehingga penyidik berkeyakinan untuk menetapkan ketiga tersangka,” tegas I Wayan Riana.

Baca Juga :  Di Bintan, Boleh Salat Idulfitri Berjemaah di Masjid dan Surau, Ada 223 Tempat

Selain itu dari keterangan pada proses penyidikan, tersangka AS mengaku dihubungi tersangka HW pada tahun 2016 terkait rencana pengadaan lahan TPA di Tanjunguban. Wayan mengatakan, tersangka HW memberitahu kepada tersangka AS soal rencana itu.

Dari pertemuan itu, penyidik Kejari Bintan kata Wayan berkeyakinan untuk menetapkan ketiga tersangka itu.

“Karena ada juga keterangan saksi, pengadaan lahan itu jangan diteruskan. Tapi tersangka HW bersikeras untuk melanjutkan pengadaan lahan itu,” tambahnya.

Auditor BPKP Kepri Jaequalin Martha Sitanggang menyebutkan, kerugian negara dari pengadaan lahan TPA Tanjunguban oleh Dinas Perkim pada tahun 2018 sebesar Rp 2.440.000.000.

Polisi Menyelidiki Surat Palsu
Tak cuma pihak Kejari Bintan, Satreskrim Polres Bintan masih melakukan penyelidikan terkait surat tanah palsu dalam pembebasan lahan TPA di Tanjunguban Selatan yang menyeret nama Kepala Dinas Perkim Bintan Herry Wahyu bersama dua warga Tanjunguban Ari Syafdiansyah dan Supriatna.

Kasat Reskrim Polres Bintan AKP Mohammad Darma Ardiyaniki mengungkapkan, pihaknya sudah menerima aduan dari masyarakat.

“Masih tahap penyelidikan untuk klarifikasi pihak-pihak terkait,” kata Darma.

Kajari Bintan I Wayan Riana didampingi Kasi Pidsus Fajrian memberikan keterangan pers tentang penahanan Kepala Dinas Perkim terkait dugaan korupsi pengadaan TPA. F- Istimewa/ox

Surat tanah palsu yang disebut Kepala Kejari Bintan I Wayan Riana usai menetapkan tiga tersangka kasus korupsi pengadaan lahan TPA Tanjunguban merupakan surat sporadik terbitan Kelurahan Tanjunguban Selatan tahun 2017.

Dasar penerbitan sporadik itu merupakan surat wajib daftar tahun 1981 atas nama Sapri. Akibat surat palsu itu, APBD Bintan kecolongan dan negara merugi Rp2,44 miliar.

Dari serangkaian proses penyidikan yang dilakukan Seksi Pidana Khusus Kejari Bintan, ternyata lahan seluas 2 Ha yang dibebaskan oleh Pemkab Bintan melalui Dinas Perkim pada tahun 2018 itu tumpang tindih dengan sertifikat hak milik (SHM) tahun 1997 atas nama Thomas, Maria dan juga Sujana. (yen)

Editor: Sigik RS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *