banner 728x90
Ansar Ahmad Gubernur Kepri menjelaskan tentang persoalan retribusi labuh jangkar akibat surat Dirjen Hubla Kemenhub RI.

Penjelasan Lengkap Ansar Ahmad Gubernur Kepri Persoalan Retribusi Labuh Jangkar

Komentar
X
Bagikan

KEPULAUANRIAU (suaraserumpun) – Pungutan retribusi labuh jangkar di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menjadi persoalan, ketika Dirjen Hubla Kemenhub menerbitkan surat nomor UM.006/63/17/DJPL/2021 tentang penyelesaian permasalahan pengenaan retribusi pelayanan kepelabuhanan oleh pemerintah pemerintah. Begini sikap dan penjelasan lengkap H Ansar Ahmad Gubernur Kepri menghadapi persoalan retribusi labuh jangkar tersebut.

H Ansar Ahmad Gubernur Kepri langsung menyurati Menteri Perhubungan RI, guna menyikap surat Dirjen Hubla Kemenhub tentang Penyelesaian Permasalahan Pengenaan Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan oleh Pemerintah Daerah yang beredar luas di masyarakat Provinsi Kepulauan Riau. Persoalan itu, menurut Gubernur Kepri sangat perlu disikapi dan ditanggapi, demi kepastian hukum dan penegakan hukum. Guna menghapus pemahaman kurang baik dalam pelaksanaan tugas pemerintahan oleh pejabat pemerintahan, sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Menyikapi hal ini Pemerintah Provinsi Kepri memutuskan menghentikan sementara pungutan retribusi daerah, berdasarkan surat dari Menteri Perhubungan. Tapi, akan melakukan langkah upaya hukum dengan meminta fatwa dari Mahkamah Agung (MA) RI, terkait pemahaman regulasi hukum yang mengatur terkait pelayanan retribusi kepelabuhanan daerah.

Tujuan surat tersebut sekaligus untuk menghilangkan praduga Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau telah mengenakan pungutan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Karena sejauh ini, ditegaskan Gubernur Kepri, bahwa Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau sangat taat atas asas hukum, dalam memberlakukan retribusi daerah dengan mengacu pada ketentuan UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Undang Undang ini menegaskan bahwa objek retribusi pelayanan kepelabuhanan adalah pelayanan jasa kepelabuhanan, termasuk fasilitas lainnya di lingkungan pelabuhan yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh pemerintah daerah.

Adapun rincian atas jenis-jenis jasa pelayanan kepelabuhan termasuk fasilitas lainnya di lingkungan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 diuraikan secara teperinci sebagai norma, standar, prosedur dan kriteria yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 72 Tahun 2017 tentang Jenis, Struktur, Golongan dan Mekanisme Penetapan Tarif Jasa Kepelabuhanan, yang mengelompokkan tarif pelayanan kepelabuhanan menjadi dua jenis yang meliputi jenis tarif pelayanan jasa kepelabuhanan dan jenis tarif pelayanan jasa terkait kepelabuhan.

“Total jenis pungutan jasa sebanyak 50 jenis dan dalam penerapannya dilingkungan pelabuhan wajib mengacu dan mempedomani akan hak kepemilikan, hak penyediaan dan/atau hak pengelolaan,” kata Gubernur Kepri.

Adapun dalam pungutan jasa kepelabuhanan di lingkungan pelabuhan, lanjut Gubernur Kepri, harus disesuaikan dengan perkembangan pengaturan pembagian wewenang akan pengelolaan wilayah laut. Dan maka sesuai amanah Pasal 18A UUD 1945, Pasal 27 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 75 ayat (6) UU Nomor 17 tentang Pelayaran, terdapat kewenangan atribusi oleh daerah provinsi dalam pengelolaan wilayah laut. Yang mengakibatkan adanya hak pungutan terhadap 2 jenis jasa pelayanan kepelabuhanan di lingkungan pelabuhan yang dikenakan berkaitan dengan pemanfaatan ruang laut. Yaitu jasa labuh/parkir kapal dan penggunaan perairan yang berlangsung di dalam ruang laut hak pengelolaan daerah provinsi yaitu di dalam 12 mil laut dari garis pantai.

Baca Juga :  Pembangunan Sarana Panjat Tebing untuk PPLP Riau Perlu Anggaran Rp50 Miliar

“Oleh karenanya diusulkanlah ke 2 jenis pungutan jasa pelayanan kepelabuhanan tersebut ke dalam rancangan peraturan daerah tentang Retribusi Daerah dan dibahas dengan mekanisme sesuai dengan UU 28 Tahun 2009. Kemudian disetujui dan disahkan menjadi Perda Nomor 9 Tahun 2017 tentang Retribusi Daerah Provinsi Kepulauan Riau,” jelas Ansar Ahmad.

Untuk meluruskan ini, lanjut Ansar Ahmad, bahwa penerapan Perda Nomor 9 Tahun 2017 terkait jasa pelayanan kepelabuhanan pada pelayanan kepelabuhanan yang dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, tidak pernah gegabah untuk menerapkannya. Karena, saat Perda tersebut diundangkan seluruh pungutan jasa labuh dan penggunaan perairan yang sebelumnya merupakan pungutan PT Pelindo (Persero) telah diambil alih pemungutannya oleh Kementerian Perhubungan, sejak September 2015, dipungut disemua wilayah perairan tanpa membedakan wewenang akan pengelolaan wilayah laut.

Terkait hal ini perlu diselaraskan kembali agar pungutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan tidak ada pungutan berganda. Yaitu dengan cara pungutan pemerintah pusat untuk kedua jenis jasa tersebut di dalam 12 mil untuk dihentikan. Mengingat Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau sudah siap melaksanakan wewenangnya atas pemanfaatan wilayah laut. Sehingga pasal 115 ayat (2) UU 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang mengatur bahwa pemerintah mengambil alih wewenang karena pemerintah daerah tidak melaksanakan wewenangnya gugur dengan sendirinya,” jelas Ansar Ahmad mantan anggota DPR RI ini.

Upaya Gubernur Kepri untuk lebih meyakinkan jenis pungutan jasa kepelabuhanan hak daerah tersebut dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Guna menghindari biaya tinggi karena pungutan berganda, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dan memberikan kepastian kepada masyarakat/badan usaha pengguna. Maka Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau melakukan beberapa upaya hukum, administratif serta pelayanan, untuk memperjelas perbedaan dan
pemisahan akan wilayah berlakunya pungutan jasa labuh dan penggunaan perairan yang tertuang dalam PP Nomor 15 Tahun 2016 dengan yang tertuang didalam Perda Nomor 9 Tahun 2017.

Baca Juga :  Ansar dan Khofifah Buat Kerja Sama 'Bilateral' Perdagangan Kepri-Jatim

“Saat ini kita sedang meminta penjelasan kepada Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan yang telah menjelaskan, bahwa jasa labuh yang dipungut Kementerian Perhubungan adalah atas penggunaan alur pelayaran. Di samping kita juga minta agar diselesaikan sengketa peraturan perundang-undangan melalui jalur non litigasi di Kemeterian Hukum dan HAM sebagaimana amanah pasal 16 UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan.

Kesimpulan hasil sidang di antaranya telah menguatkan hak daerah atas pungutan jasa labuh dalam arti parkir kapal dan penggunaan perairan dalam 12 mil menjadi hak daerah. Dan di atas 12 mil merupakan wewenang pemerintah pusat. Dengan hasil sidang berupa kesepakatan yang dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan dan ditandatangani bersama antara Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dengan Kementerian Perhubungan, dengan disaksikan oleh Majelis Pemeriksa dan Kementerian terkait.

Selain itu Gubernur Kepri juga meminta agar legal opinion dari Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, yang telah memberikan pendapat hukumnya. Yaitu menguatkan hak daerah atas otonomi pengelolaan wilayah laut 0-12 mil, dengan mempertegas bahwa tindakan pungutan PNBP Kementerian Perhubungan terhadap pungutan atas pemanfaatan wilayah laut dalam 12 mil, sesungguhnya telah bertentangan dengan asas legalitas.

Kemudian, Gubernur Kepri memohon pendapat juga kepada Kepala Perwakilan Ombudsman Kepulauan Riau yang telah memberikan tanggapan dengan penegasan bahwa, sudah sewajarnya pemerintah daerah melaksanakan hak atas wewenang yang telah diberikan melalui amanah peraturan perundang-undangan untuk memberikan kepastian pelayanan publik. Dan terakhir, meminta adanya asistensi kepada Kepala Perwakilan BPKP Provinsi Kepulauan Riau, yang telah menegaskan bahwa pungutan daerah provinsi adalah kegiatan labuh kapal diruang perairan pelabuhan dan wilayah labuh. Serta penggunaan perairan di wilayah kewenangan daerah provinsi yaitu dari garis pantai sampai dengan paling jauh 12 mil laut, dan tidak berlaku pada wilayah perairan diatas 12 mil dari garis pantai.

“Bahkan laporan hasil audit BPK Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau tahun anggaran 2019, menegaskan kepada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau untuk segera melaksanakan pungutan jasa labuh yang merupakan wewenangnya, dengan membuat kesepakatan teknis dengan Kementerian Perhubungan,” jelas Gubernur Kepri.

Adapun untuk area perairan dalam 12 mil yang berfungsi sebagai pelabuhan (area labuh jangkar), telah dilakukan langkah pengaturan dan pengawasan serta promosi yang maksimal. Sebagai bentuk pelayanan yang berkelanjutan berupa pengalokasian dalam tata ruang laut dan secara bertahap melakukan survei hidro oseanografi, studi lingkungan dan pengawasan lingkungan laut. Serta pengawasan pelaksanaan dengan membentuk satuan tugas pengawasan dan promosi oleh Gubernur Kepulauan Riau serta pelayanan secara online yang sedang dalam tahapan penyiapan.

Baca Juga :  Hasil Lengkap Liga Champions: Giliran Liverpool dan Ajax yang Lolos ke Babak 16 Besar

Mengacu pada landasan hukum peraturan perundang-undangan, kesepakatan sidang penyelesaian sengketa perundang-undangan, pendapat hukum, pertimbangan, asistensi dan catatan saran LHA BPK RI. Maka Pemeritah Provinsi Kepulauan Riau berkali-kali meminta penyelarasan dengan Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan tetapi sayangnya permohonan tersebut tidak pernah ditanggapi.

“Justru pada tanggal 17 September 2021, Plt Dirjen Perhubungan Laut menyampaikan surat kepada para Kepala KSOP dan UPP se-Kepulauan Riau. Termasuk Sulut dan Sumsel. Dengan memberikan penjelasan yang cenderung kurang tepat, dan kesimpulan pandangan terhadap Perda Nomor 9 Tahun 2017 tanpa dasar dan klarifikasi dengan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau,” terang Ansar Ahmad kepada wartawan, Selasa (21/9/2021) petang.

Isi surat tersebut, kata Gubernur Kepri, dinilai bertentangan dengan seluruh pertimbangan hukum, pendapat, hasil sidang non litigasi dan kesepakatan yang telah dibuat bersama serta surat Menteri Dalam Negeri Nomor : 550/10589/SJ tanggal 30 November 2018. Dengan mengarahkan para Kepala KSOP dan UPP untuk melakukan perbuatan melampaui wewenang berupa anjuran pelaksanaan pungutan jasa PNBP melampaui batas berlakunya wewenang, tanpa koordinasi sedikitpun dengan
Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, yang berdampak pada timbulnya sengketa kewenangan.

Atas dasar hal itu semua, Gubernur Kepri pun memohon kepada Menteri Perhubungan agar dapat menyelesaikan persoalan tersebut. Dengan cara menginstruksikan agar Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melaksanakan hasil kesepakatan dengan Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Khusus terkait pungutan jasa labuh dan penggunaan perairan yang telah disepakati di Kementerian Hukum dan HAM pada tanggal 31 Oktober 2018. Dan bersama Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau melakukan harmonisasi teknis dalam penerapannya.

“Kita dalam bekerja sudah sesuai aturan hukum. Dan kita menyurati Menteri Perhubungan dengan tujuan untuk meluruskan tatanan hukum yang kita nilai telah keliru,” demikian penjelasan lengkap H Ansar Ahmad Gubernur Kepri menyikapi surat Dirjen Hubla Kemenhub RI terkait dengan retribusi labuh jangkar di Provinsi Kepri. (SS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *